Alat Tangkap Ikan Suku Bajo yang Telah Punah

Wakatobi selain terkenal dengan keindahan alam lautnya, juga identik dengan keberadaan suku Bajo. Dari empat pulau besar di Wakatobi hanya Pulau Binongko saja yang tidak dihuni oleh suku Bajo selain tiga pulau besar lainnya (Wanci, Kaledupa, dan Tomia). Suku Bajo terkenal dengan keahliannya dalam mengarungi ombak menjelajah samudera. Di Wakatobi sendiri, Suku Bajo diketahui bermukim pertama kali di Pulau Kaledupa, tepatnya di daerah Mantigola. Dalam perkembangan kedepannya, Suku Bajo mencari lokasi-lokasi baru yang dianggap strategis untuk mencari tempat tinggal, salah satunya di Desa Sama Bahari. Selain terkenal dengan keahlian dalam menjelajah samudera, nelayan Suku Bajo juga terkenal ahli menangkap ikan. Sebelum mengenal modernisasi penangkapan ikan, Suku Bajo menggunakan beberapa alat tangkap konvensional yang ramah lingkungan. Alat-alat tersebut selain untuk menangkap ikan juga digunakan untuk aktivitas sehari-hari, misalnya sampan kaloko. Setelah datangnya era modernisasi alat tangkap, alat-alat tersebut saat ini hanya tinggal cerita saja. Beberapa alat tangkap yang terlacak adalah Timbalu, Sampan Kaloko, Bagu, dan Ngambai.
1. Timbalu Ikan tuna atau yang dalam bahasa Bajo disebut bangkunes, merupakan hasil laut yang sudah sejak lama menjadi target nelayan Bajo. Dahulu, Suku Bajo menangkap ikan tuna menggunakan pancing ulur. Bersama dengan pancing, digunakan alat bantu yang disebut dengan timbalu. Timbalu adalah alat bantu nelayan dalam memancing ikan tuna. Konstruksi timbalu berupa bambu yang dipasang melintang dan diikat kuat di atas sampan. Senar dipasang pada bambu tersebut dengan jumlah antara 4-6 senar. Sedangkan pada masing-masing senar dipasang mata kail dengan jumlah bervariasi, antara 2-4 buah mata kail. Saat menggunakan timbalu, sampan biasanya dalam posisi diam atau dikayuh perlahan. 

2. Sampan Kaloko Sampan Kaloko merupakan alat utama yang membantu dalam kehidupan sehari-hari Suku Bajo, mulai dari transportasi hingga menangkap ikan. Sampan kecil tanpa layar dengan panjang tidak lebih dari 5 meter ini dahulu menjadi identitas Suku Bajo. Sampan ini lebih ramping dari sampan yang banyak dijumpai pada masa kini. Sampan Kaloko digunakan Suku Bajo untuk menangkap ikan cakalang dengan mengandalkan dayung dan kekuatan tangan untuk mengejar kumpulan burung yang dipercaya sebagai tanda berkumpulnya ikan cakalang. Konstruksi rumah Suku Bajo yang berada di “atas laut” dan tidak adanya jembatan penghubung antar rumah pada masa itu membuat sampan ini memiliki fungsi yang penting.

3. Bagu Bagu adalah tali pancing yang terbuat dari serat pohon bagu. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pohon bagu banyak terdapat di daerah Buton. Pohon ini tinggi menjulang dan kaya manfaat. Kayunya bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan rumah, daunnya bisa digunakan untuk sayur mayur, dan seratnya bisa digunakan untuk tali pancing. Saat ini, pohon ini sudah sangat langka dan sulit ditemukan.  

4. Ngambai Ngambai adalah istilah bahasa Bajo untuk menggambarkan proses penangkapan ikan dengan sistem kerjasama menggunakan jaring. Target penangkapan adalah semua jenis ikan. Sekelompok nelayan harus dipecah dalam sistem ini, ada kelompok yang memasang jaring dan ada kelompok yang menggiring ikan. Modernisasi ternyata memiliki pengaruh pada suatu komunitas masyarakat. Salah satunya perubahan alat tangkap ikan yang yang ada di Suku Bajo. Alat-alat tangkap yang diuraikan di atas saat ini hanya menjadi cerita saja. Masuknya mesin membuat daya jelajah nelayan semakin luas, alat tangkap yang semakin maju membuat ikan lebih mudah tertangkap sehingga mereka meninggalkan alat-alat tangkap yang dianggap konvensional dan ketinggalan jaman. Namun apakah modernisasi tersebut memiliki dampak positif terhadap lingkungan?Dengan banyaknya keluhan semakin jauhnya lokasi penangkapan, semakin sulitnya mencari jenis ikan tertentu, silahkan tentukan sendiri jawabannya.(Achmad Mustofa)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IOTC Mengadopsi Proposal Pengelolaan Rumpon Apung

Kantong Plastik oh Kantong Plastik..

Badan Hiu Dicampakkan Begitu Saja setelah Siripnya Dipotong